Di sebuah perkampungan nelayan
terjalinlah sebuah persahabatan yang indah antara Kabul dan Yudi. Meski kampung mereka jauh dari
pusat perbelanjaan dan tempat hiburan tapi hari-hari selalu mereka lalui
dengan bahagia. Keduanya sering terlihat bermain kapal-kapalan bersama atau
kadang mencari ikan menyusuri pantai menggunakan perahu kecil. Biasanya
mereka berangkat selepas Dzuhur dan pulang menjelang Ashar. Yudi pun kerap
membantu temannya itu saat mendapat tugas dari bapak Kabul mengecat perahu. Sungguh pertemanan
yang indah. Bila datang waktu sholat Maghrib Yudi menjemput Kabul yang rumahnya terletak di pinggir
jalan menuju Surau. Di surau itu mereka melaksanakan sholat Mahgrib berjamaah
diteruskan dengan tadarus
bersama.
Sepulang dari surau mereka terlibat dalam sebuah obrolan tentang kabar yang
sedang ramai dibicarakan oleh orang-orang di kampung yang mengeluh karena
akhir-akhir ini hasil tangkapan para nelayan menurun drastis. “Bul…tau nggak
katanya sekarang bapak-bapak dikampung kita ketakutan melaut” Ujar Yudi
mengawali obrolan. “Memangnya mengapa Yud?” Kabul terlihat serius menanggapi cerita
sahabatnya. Entah benar apa tidak tapi menurut warga kampung semua itu
dikarenakan ada hantu yang sedang mengamuk di laut. Ada pula yang menambahkan bahwa marahnya
penunggu laut karena tak pernah diberi sesaji. “Hiii
ngeri”.
Benar memang, tangkapan yang berhasil didapat oleh para nelayan hanyalah
sedikit itupun kecil-kecil sehingga bila dijual tak laku seberapa. Ikan tuna
dan Tongkol yang biasanya mudah didapat kini tak ditemukan lagi. Paling yang
tersangkut dijaring para nelayan hanyalah sampah plastik ataupun cangkang
kerang yang telah keropos dan tak dihuni lagi. ”Apa yang harus kita lakukan?
Kalo begini terus bisa-bisa kita merugi” Gerutu seorang nelayan sembari
membenahi jaring yang terkoyak setelah kena karang di dasar lautan. Yudi yang
saat itu melintas mencoba bertanya pada nelayan tadi apa memang ada hantu
laut “Ini akibat hantu laut ya pak?” Bukannya menjawab pertanyaan si bocah
nelayan itu malah membentak Yudi “Pulang saja kamu, keadaan lagi gawat jangan
main di pantai dulu”. Yudi berlalu dengan seribu pertanyaan di
dadanya.
Rapat para tetua kampung menghasilkan sebuah kesepakatan bahwa yang harus
dilakukan untuk membuang sial yang dialami para nelayan adalah melakukan
ruwatan dengan cara memberikan sesaji kepada hantu laut. “Kita tak bisa tinggal
diam, jalan satu-satunya adalah memberikan sesaji kepada penunggu laut ini”
Bicaranya meyakinkan sehingga para nelayan pun manggut-manggut sembari
mengiyakan “Setujuuuu”. Ada
semacam kekuatan yang didapat oleh para nelayan bahwa kesulitan yang mereka
hadapi akan segera berakhir. Selama ini masyarakat yakin bahwa saat malam
datang hantu laut itu marah dan membanting batu karang di dasar lautan hingga
menimbulkan bunyi keras “Gedebumm” “Tu kan
benar hantunya marah lagi” Seorang penjaga malam nampak ketakutan di pos
ronda dan tak berani memandang kearah
laut.
Suara itu terus saja terdengar setiap malam hingga tak ada nelayan yang
berani melaut. Padahal ikan mudah didapat pada waktu malam hari. Sebagai
gantinya nelayan melaut pada siang hari dengan alasan lebih aman meski
hasilnya tak sebanyak yang didapat jika melaut pada malam hari. Semakin hari
laut semakin tak bersahabat dengan nelayan, ikan kini susah didapat ini
berarti kelangsungan hidup para nelayan terancam. Imbasnya anak-anak nelayan
yang sekolah harus rela jalan kaki saat berangkat menuju tempat belajar
mereka karena uang saku yang biasa mereka terima kini berkurang dan hanya
cukup untuk jajan ala
kadarnya.
Dipicu rasa penasaran Yudi dan Kabul
mencoba untuk memecahkan misteri ini. Mereka terus bertanya apakah hantu laut
memang ada? Apa benar hantu laut marah karena tak diberi sesaji dan masih
banyak pertanyaan di batin mereka yang harus segera terjawab. Pertanyaan itu
nampaknya tak hilang meski Yudi dan Kabul
sudah berada di tengah-tengah teman sekolahnya. Saat pelajaran agama Yudi
memberanikan diri untuk bertanya pada pak guru Mujib. “Pak apa benar kalau di
laut itu ada hantunya” mendengar pertanyaan dari muridnya pak guru Mujib
menjawab dengan rinci “Dalam Islam memang alam gaib itu ada dan penghuninya
yakni Iblis dan Jin, sedangkan hantu itu termasuk dalam jenis Jin tapi yang
berwatak jahat”. “Oo...” Yudi nampaknya sedikit mulai mendapat sinar terang
tentang hantu tapi ia masih punya pertanyaan lagi “Lalu kalau memberikan sesaji
untuk mereka bagaimana pak, agar hantu nggak marah lagi?” “Yud...memberi
sesaji itu termasuk penghormatan atau penyembahan terhadap hantu dan itu
dalam Islam tidak diperbolehkan karena termasuk dalam perbuatan syirik”.
Lebih panjang pak guru Mujib memberikan penjelasan bahwa hasil tangkapan yang
didapat oleh bapak Yudi dan warga di kampungnya sama sekali tak ada
hubungannya dengan kemarahan hantu. Sepanjang perjalanan pulang Yudi
mengingat pelajaran agama tentang syirik tadi bahwa menyembah kepada
selain Allah adalah dosa besar. “Aku harus mengingatkan bapak-bapak
dikampungku....eee..tapi apa mungkin mereka mau dengar penjelasan dari bocah
seumurku ya?” Yudi berencana untuk mencegah pemberian sesaji pada hantu laut
di kampungnya. Ia pun teringat pada Kabul
“Nanti aku ajak Kabul
saja”. Berdasar penjelasan dari pak guru Mujib, malam harinya Yudi meluncur
menuju rumah Kabul.
Kedua sahabat itu mencari cara agar warga kampung terbebas dari kesyirikan
dan melakukan perbuatan yang cuma buang-buang duit. “Padahal kalau memberi
sesaji itu harus pakai kerbau” Benar juga apa yang dipikirkan dua
sahabat itu sudah dapat dosa besar masih harus kehilangan uang
lagi. Malam hari seperti yang sudah dijanjikan Yudi dan Kabul pergi ke pantai dan mengawasi keadaan
sekitar. Tak ada nelayan yang melaut, sepi dan dingin. 2 jam pertama mereka
tak mendapati tanda akan kemunculan hantu laut hingga keheningan malam pecah
oleh suara dari arah laut “Gedebumm” Suara itu terdengar memekakkan telinga
dan menimbulkan percikan air yang tinggi. Kabul segera meraih teropong mainan milik
adiknya “Wah..lihat Yud di laut ada yang sedang melempar bom”. Teropong itu
berpindah tangan dan Yudi pun terbelalak melihat kenyataan bahwa yang ada di
laut bukan hantu melainkan pemburu ikan dengan menggunakan bom. Melihat
kenyataan itu Yudi dan kabul
bergegas menghampiri pos ronda dan memukul kentongan sekeras mungkin. Suara
kentongan membuat warga berduyun-duyun keluar rumah. Sampai di pos ronda Yudi
menjelaskan apa yang telah dilihatnya bersama Kabul
“Benar pak saya juga lihat kok” Kabul
menguatkan keterangan Yudi. Akhirnya warga yang merasa tertipu menuju tempat
yang dimaksud kedua bocah tadi dan berhasil menangkap penangkap ikan yang
selama ini merusak biota laut dan menggunakan hantu laut sebagai kedok.
Berkat keberanian dan pengetahuan dua sahabat ini akhirnya warga kampung
terbebas dari syirik serta bisa nyaman lagi mencari nafkah melaut di malam
hari.
Populerkan, simpan atau kirim cerpen ini :
TAG-CERPEN.NET
|
|
|